HOTJITU – Krisis Iklim Ancam Anak-Anak Kelahiran 2020, Gelombang Panas hingga Kekeringan

Ilmuwan AS: Juli Tercatat Bulan Terpanas di Bumi

Liputan6.com, Jakarta – Anak-anak yang lahir di masa sekarang disebut akan menghadapi masa depan lebih berbahaya akibat perubahan iklim, bahkan yang belum pernah terjadi dalam sejarah manusia. Temuan ini diungkap dalam studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature.

Mengutip informasi dari Live Science, Rabu (28/5/2025), studi tersebut memprediksi anak-anak yang lahir pada tahun 2020-an berisiko mengalami peristiwa iklim ekstrem yang sebelumnya hanya terjadi sekali dalam 10.000 tahun.

Disebutkan, kemungkinannya mencapai dua hingga tujuh kali lebih besar. Adapun peristiwa yang dimaksud mencakup gelombang panas mematikan, kekeringan panjang, kebakaran hutan, hingga gagal panen.

Risiko ini akan terus meningkat, jika pemanasan global tetap mengikuti pola saat ini yang diproyeksikan mencapai 2,7°C pada akhir abad.

“Dengan menjaga suhu global tidak lebih dari 1,5°C di atas tingkat pra-industri, kita bisa mengurangi separuh jumlah anak muda yang akan terkena gelombang panas ekstrem,” kata Luke Grant, penulis utama dan ahli ilmu alam di Canadian Centre for Climate Modeling and Analysis.


2 dari 4 halaman

Skenario Terburuk

Dalam skenario kondisi terburuk di 2100 dengan pemanasan mencapai 3,5°C, studi ini memprediksi 92 persen anak-anak yang saat ini berusia lima tahun akan mengalami gelombang panas mematikan, 29 persen mengalami gagal panen, hingga 14 persen terdampak banjir besar.

Sebagai perbandingan, hanya 16 persen generasi kelahiran 1960 yang pernah merasakan gelombang panas ekstrem selama hidup mereka.

Di sisi lain, upaya melawan perubahan iklim saat ini juga masih jauh dari harapan. Peneliti menemukan anak-anak yang lahir di negara tropis dan miskin akan menanggung beban paling besar.

Peneliti memperkirakan 92 persen dari anak-anak kelompok berpenghasilan rendah akan menghadapi risiko iklim sepanjang hidup mereka, dibanding 79 persen dari kelompok berpenghasilan tinggi.

Tak hanya yang mencemaskan, dampak psikologis dari krisis iklim disebut sudah mulai terasa. Survei YouGov bersama Greenpeace mengungkap hampir 4 dari 5 anak di bawah usia 12 tahun mengaku cemas terhadap perubahan iklim.

 

3 dari 4 halaman

Lonjakan Generasi Muda yang Hadapi Kondisi Iklim Ekstrem

Para peneliti menggabungkan data demografis global, proyeksi populasi, harapan hidup, dan model iklim lintas skenario emisi untuk menghitung paparan bencana iklim lintas generasi.

Mereka menyebut persentase anak-anak kelahiran 2020 yang akan mengalami gelombang panas ekstrem bisa melonjak dari 52 persen di skenario 1,5°C menjadi 92 persen di skenario 3,5°C.

Disebutkan pula pada skenario pemanasan tertinggi, wilayah dengan risiko tertinggi terhadap gagal panen meliputi Amerika Serikat, Amerika Selatan, Afrika Sub-Sahara, dan Asia Timur.

Di sisi lain, para peneliti juga mencatat kalau studi ini memang belum lengkap. Sebab, mereka tidak memasukkan dampak perubahan iklim terhadap angka kelahiran, kematian, maupun migrasi.

Dengan kata lain, mereka belum membahas dampak perubahan iklim yang bisa memicu migrasi massal dan analis soal potensi konflik sumber daya. Kendati demikian, bahaya pemanasan iklim harus diakui sudah di depan mata.

4 dari 4 halaman

Upaya Lindungi Generasi Muda di Masa Depan

Untuk itu, peneliti Rosanna Gualdi dan Raya Muttarak dari Universitas Bologna menyebut kalau studi ini mengungkap kesenjangan generasi yang mencemaskan dalam hal paparan risiko iklim.

“Jika emisi gas rumah kaca terus dibiarkan, pemanasan global akan semakin intens dan anak-anak hari ini akan hidup dalam bahaya iklim yang semakin sering dan parah,” tulis mereka.

Untuk itu, mereka menegaskan keadilan antar generasi harus menjadi fokus utama transisi menuju emisi nol. Sebab, jika persoalan ini sekarang diabaikan sama saja dengan mempertaruhkan masa depan anak-anak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *